Sabtu, 22 November 2008

Politika 25 Oktober 2008 - "Powell Power"

Budiarto Shambazy

Jenderal purnawirawan mana pun bisa belajar dari Colin Powell, mantan Menlu/ Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat. Ia mendukung capres dari Partai Demokrat, Barack Obama, meski masuk kabinet pemerintahan Presiden George W Bush.
Ia mengkritik isi kampanye rekan sesama mantan militer yang kebetulan capres dari Partai Republik, John McCain. Ia membedakan antara sosok McCain dengan Republik dan juga dengan cawapres Sarah Palin.
Betapapun McCain prajurit tangguh yang bertahun-tahun disiksa di ”Hanoi Hilton” saat Perang Vietnam. Powell tak suka kampanye kubu McCain-Palin yang melancarkan kampanye negatif, yang menuding Obama penganut Islam.
Padahal, Obama penganut Kristen yang terbilang religius. Lebih dari itu, Powell menegaskan, kalaupun Obama seorang Muslim, bangsa AS hendaknya menghargai kebhinnekaan sehingga siapa pun berhak menjadi capres.
Powell tak apolitis walau dunia kesehariannya jauh dari ingar-bingar politik. Ia penyumbang rutin dana kampanye Republik, tetapi jumlahnya ratusan dollar AS saja.
Soalnya ia bukan pebisnis, hidup cuma dari pensiunan. Ia lebih betah memperbaiki sendiri Volvo buatan tahun 1960-an yang suka mogok ketimbang membeli Hummer atau Cadillac.
Masih segar dalam ingatan, Powell menyarankan Presiden George HW Bush menarik pasukan AS dari Irak pada Perang Teluk I pada awal tahun 1990-an. Namun, ia tak berdaya menghadapi nafsu perang Presiden George W Bush.
Pada sidang Dewan Keamanan PBB di New York, Powell dipaksa mengarang fiksi tentang senjata pemusnah massal Saddam Hussein. Agar meyakinkan, disiapkanlah ratusan lembar presentasi berikut multimedia yang canggih.
Sebelum bersandiwara, Powell marah besar. Ia merobeki dan melempari kertas-kertas presentasi itu ke hampir semua muka ”tim pembohong” sembari menyumpah serapah.
Dari awal ia yakin senjata pemusnah massal Saddam tak pernah ada. Keteguhan sikapnya ini yang membuat Powell tersingkir dari lingkar dalam Presiden Bush. Powell pernah mengungkapkan rasa herannya terhadap para pejabat di sekeliling Presiden Bush yang merasa lebih pandai dalam soal-soal militer. Padahal, mereka mungkin enggak pernah memegang pistol.
Itu orang-orang kayak Dick Cheney, Donald Rumsfeld, Paul Wolfowitz, atau Karl Rove. Teori-teori strategi pertahanan para lulusan universitas terkemuka itu muluk walau nyaris tak mengandung kebenaran sahih.
Nah, ketika mengumumkan dukungannya, Powell mengaku butuh waktu berbulan-bulan untuk merenung. Sekitar medio September ia mengaku kepada para mahasiswanya bahwa hatinya terbelah.
Namun, setelah menyaksikan debat capres, ia memutuskan mendukung Obama. Keputusan itu menjadi berita besar karena ditunggu-tunggu rakyat yang menghormati sosok Powell.
Pengumuman dilontarkan Powell dalam acara bergengsi NBC, ”Meet the Press” edisi 19 Oktober. Sebelum ”menjatuhkan vonis” ia mengingatkan sudah berteman dengan McCain 25 tahun dan baru kenal Obama dua tahun terakhir.
Kenapa terpincut wajah baru dengan mengorbankan kawan lama? ”Obama memperlihatkan kesiapan, keingintahuan intelektual, pengetahuan mendalam, dan pendekatan untuk menyelesaikan masalah,” ujar Powell.
Selama tahun ini, Obama menjadi korban smear and fear kaum puritan Republik. Namun, ia ogah menempatkan diri sebagai victim untuk memanipulasi posisinya agar dikasihani publik.
Pernah ada kejadian ganjil saat media internasional berbondong-bondong ke SD Besuki, Menteng, Jakarta. Rasa ingin tahu muncul karena tiba-tiba menyeruak isu Obama pernah bersekolah di ”madrasah”.
Orang-orang puritan langsung mengaitkan nama ”Barack” sebagai salah satu pertanda keislaman Obama. Anda tahu bagaimana nama tengah dia, ”Hussein” sering diasosiasikan dengan Saddam.
Bahkan, dalam beberapa kali kampanye duet ”Obama-Biden” dipelesetkan jadi ”Obama bin Baden”. Dan, beberapa hari lalu muncul, ”berita eksklusif” yang menyebut dukungan Al Qaeda terhadap McCain.
Kantor berita AP menyebutkan, kelompok teroris itu menyambut gembira jika terjadi serangan teroris sebelum 4 November. Serangan itu akan membuat rakyat AS khawatir dan pindah haluan ke McCain.
Presiden McCain lebih baik karena melanjutkan petualangan di Irak dan Afganistan. ”Al Qaeda harus mendukung McCain agar melanjutkan kepemimpinan Bush yang gagal,” kata pernyataan mereka menurut SITE Intelligence Group di Maryland.
Empat hari sebelum 4 November 2004, Osama bin Laden muncul melalui rekaman video mengancam rakyat AS. Bush terpilih lagi sebagai presiden 2004-2008.
Tak mengherankan kubu Obama sampai saat ini menampik permintaan wawancara dari media non-AS, apalagi dari pers negara-negara Islam. Mereka berprinsip lebih baik tiarap dulu daripada jadi sasaran tembak.
Selama dua pekan terakhir, Obama mulai dicitrakan sebagai sosialis-komunis, termasuk oleh Palin. Waktu pers meminta penjelasan masuk akal, Palin yang pandir menjawab, ”Ya, pokoknya begitulah”.
Nah, untunglah ada Powell power. Ini bukan superpower, Palin power, atau soft power yang suka dibangga-banggakan beberapa pejabat kita.
Saya curiga McCain sudah merasa no power alias siap-siap mengibarkan bendera putih. Ia tahu tradisi militer tak cuma mengajarkan cara memenangi perang, tetapi secara jantan juga siap mengaku kalah.


Dari Kompas, Sabtu 25 Oktober 2008

Tidak ada komentar: